Koordinator : Cakra Achmad
Staff Pelatihan : Rahmi Zahara
Staff Networking : David S. Suryadi
Data Base & Infomasi : Sandy
Profil Working Group Beusaboh Pakat
Capacity Building Working Group Beusaboh Pakat adalah sebuah kelompok kerja yang menangani issue-issue pe-nguatan kapasitas OMS serta kegiatan penguatan kelemba-gaan masyarakat sipil di Aceh dan Sumatera Utara.
Pada Pertemuan Konsolidasi Working Group Penguatan Kapasitas Mitra yang dilaksana-kan di Yayasan Matahari pada tanggal 10 Februari 2007 untuk menindaklanjuti hasil-hasil Partners Meeting ke-empat yang dilaksanakan di Sabang telah dirumuskan issue-issue pokok yang perlu menjadi focus OMS di Aceh dalam bidang penguatan masyarakat sipil yaitu korupsi, pemiskinan structural (kedaulatan rakyat atas sandang pangan dan pengelolaan sumberdaya alam, dan kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat), Sistim kepemimpinan yang tidak berbasis rakyat pemilihnya, belum adanya mekanisme penyelesaian pe-langgran HAM yang berpihak pada korban, politik identitas dalam proses kepemimpinan Aceh. Berdasarkan issue-issue tersebut Working Group Beusaboh Pakat merumuskan tujuan jangka panjang kegiatan penguatan kapasitas OMS Aceh sebagai berikut: :
- Pengelolaan pemerintahan yang akuntabel dan transparan
- Intensitas korupsi di lembaga publik/pemerintah semakin menurun.
- Partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan semakin meningkat.
- Masyarakat memiliki akses terhadap perencanaan stra-tegis pengelolaan sumber daya alam.
- Adanya system kepemim-pinan berbasis rakyat.
- Adanya mekanisme penyele-saian kasus pelanggaran HAM yang berpihak pada korban.
Visi
Pada tahun 2011, Working Group Beusaboh Pakat me-rupakan lembaga informal OMS di Aceh yang menjadi agen perubahan utama bagi meningkatnya kapasitas masyarakat sipil di Aceh yang berkeadilan, setara, pluralis, dan sejahtera.
Misi
OMS lembaga partisipan memiliki kapasitas yang memadai dalam melaksanakan fungsinya dalam kehidupan masyarakat sipil, meliputi:
- Mendorong pengelolaan pe-merintahan yang transparan dan akuntabel
- Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penetapan kebijakan bidang sosial, ekonomi dan politik
- Memberikan kontribusi bagi peningkatan akses masyarakat terhadap pengelolaan
- Sumber daya alam dalam pemanfaatannya yang ber-pihak pada rakyat
- Menciptakan kehidupan masyarakat sipil yang mampu melaksanakan keadilan bagi hak-hak asasi di bidang hukum, politik, ekonomi dan budaya
Program penguatan kapasitas ini saling melengkapi dengan program penguatan kapasitas organisasi yang dikoordinir langsung oleh Oxfam dalam bidang penguatan manajemen organisasi yang meliputi penyusunan strategic planning dan strandard operating procedures organisasi, penguatan manajemen keuangan, manajemen pengetahuan (knowledge management), sistem monitoring dan evaluasi, penyusunan strategi fund raising, strategi komunkasi organisasi, pengarusutamaan gender dan akuntabilitas dalam organisasi.
Dalam melaksanakan program penguatan kapasitas CSO di Aceh, telah ditetapkan beberapa strategi berdasarkan pembelajaran dan rekomendasi hasil evaluasi kinerja Capacity Building Working Group periode tahun 2006. Strategi-strategi tersebut adalah:
·
- Penyediaan Data dan Informasi: tentang issue-issue penguatan penguatan kapasitas organisasi, profil lembaga partisipan, issue-issue yang berkaitan dengan kerja-kerja lembaga partisipan yang bermanfaat untuk membangun linkage antar OMS serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan OMS.
- Konsolidasi Partisipan Program Penguatan Kapa-sitas; OMS partisipan penguatan kapasitas Working Group Beusaboh Pakat pada mulanya adalah mitra-mitra Oxfam, namun seiring berjalannya waktu, komposisi partisipan ini mengalami perubahan karena ada beberapa OMS telah selesai program kerjasamanya dengan Oxfam, selain itu program penguatan kapasitas ini juga bersifat terbuka untuk OMS di Aceh dan Sumatra Utara, namun demikian tetap diperlukan partisipan yang terkonsolidasi sehingga kegiatan penguatan kapasitas ini bisa terfokus dan terukur.
- Koordinasi dan Kerjasama Program: Melakukan koordinasi, kerja-sama dan sinergi dengan stakeholders di Aceh yang memiliki program yang ber-kaitan dengan penguatan kapasitas CSO. Sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efesiensi pencapaian program –program penguatan kapasitas CSO, menghindari overlapping dan memaksimalkan sumber daya yang tersedia di Aceh.
- Konsolidasi Internal Working Group Beusaboh Pakat : Working Group Beusaboh Pakat adalah sebuah working group yang berfokus pada penguatan kapasitas, Working Group ini merupakan hasil dari sebuah proses penguatan kapasitas yang pada mulanya hanya terfokus pada mitra-mitra kerja Oxfam, namun pada perkembangannya target working group juga mencakup mantan mitra kerja dan OMS-OMS strategis lainnya di Aceh-Nias. Oleh sebab itu, dengan bentuk kepengurusan baru ini,konsolidasi kepengurusan menjadi penting, diantaranya sistem manajemen operasional working group, perencanaan program dan kegiatan serta mekanisme pengambilan keputusan dalam kepengurusan working group.
Kegiatan
Working Group Beusaboh Pakat menetapkan beberapa bentuk kegiatan utama, sebagai hasil pertemuan – pertemuan internal pengurus Working Group, diskusi dan usulan kebutuhan penguatan kapasitas dari anggota Working Group Beusaboh Pakat, maupun konsultasi pengurus dengan staf dan pimpinan Oxfam : Kegiatan utama tersebut meliputi:
- Pemetaan Kapasitas dan Kompetensi CSO di Aceh sebagai dasar pengembangan networking dan koordinasi.
- Penyediaan data dan informasi sesuai dengan kebutuhan pengembangan kapasitas CSOdi Aceh
- Pelatihan dan Lokalatih pengetahuan dan ketrampilan vocational.
- Membangun Joint Agenda berdasarkan issue-issue strategis prioritas sebagai pendekatan dalam penguatan networking melalui Focus Group Discussion
- Forum Community Organizer merupakan pertemuan rutin CO mengambil format pengajian rutin, sebuah model pembelajaran yang telah mengakar pada kehidupan masyarakat Aceh.
- CSO Meeting dan Meeting Koordinasi dengan Stakeholders Pertemuan Anggota dan Pegurus WGBP serta Manajemen Operasional Working Group Beusaboh Pakat
Kegiatan Yang telah dilaksanakan WGBP
FGD Penerapan Syariat Islam Di Aceh
Dalam kajian filsafat terdapat dua bab besar kajian terhadap Islam. Pertama, kajian teoritis yang meliputi aqidah ketuhanan dan kedua, kajian praktis yang didalamnya meliputi unsur-unsur syariat islam dan etika (akhlak). Kajian teoritis dibolehkan penggunaan rasio dalam memahami dan mendalaminya, sebab kajian ini adalah inti daari kesadaran manusia dalam menjalankan ajaran-ajaran praktis. Sedangkan untuk kajian teoritis dibutuhkan totalitas keta’atan untuk menjalankannya. Kajian ini dibutuhkan argumen-argumen untuk mempertanyakan keabsahan sebuah perintah atau larangan dalam agama. Dan pelaksanaan kebijakan syariat islam di Aceh hanyalah bagian terkecil dari kajian praktis seperti dimaksud diatas. Dan seperti diketahui, saat ini di Aceh telah ada beberapa produk Qanun tentang pelaksanaan Syariat Islam, di antaranya yaitu Qanun no 11/2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam ; Qanun no 12/2003 tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya; Qanun no 13/2003 tentang Maisir (Perjudian); serta Qanun no 14/2003 tentang Khalwat (Mesum)
Dalam FGD yang dilaksanakan oleh WGBP di kantor YICM pada tanggal 1 desember 2007, muncul diskusi hangat tentang kajian-kajian diatas. seorang peserta beranggapan bahwa kajian teoritis tidak membolehkan ruang eksintensi bagi rasio karena akan memberi efek negatif dalam memahami aqidah itu sendiri. Argumen ini diucapkan berdasarkan sebuah hadist qudsi ‘jangan sekali-kali kalian berpikir tentang zat KU, tetapi berpikirlah tentang apa-apa yang telah Aku ciptakan (makhluk)’. Namun argumen peserta diatas dibantah oleh narasumber (Andi Mahdi) dengan mengutip sebuah ayat al-quran, ‘berdebatlah kamu tentang KU dan sesungguhnya kamu tidak akan mampu mendiskusikan tentang KU kecuali dengan ilmu pengetahuan’. Dan menurut narasumber, larangan yang terdapat dalam hadist qudsi diatas, bukanlah larangan tasyri’ yang apabila dilakukan akan berdosa atau berpahala, tetapi larangan diatas adalah larangan irsyadi seperti halnya larangan merokok atau larangan melanggar lalu lintas.
Diskusi yang berlangsung selama satu (1) jam ini, sempat diinterupsi oleh satu peserta (Agung Wibowo) tentang topik diskusi yang sedang berlangsung. Menurut beliau topik yang dibicarakan dalam diskusi tersebut tidak relevan dengan yang diterima dalam undangan kegiatan. Oleh karena para peserta sepakat untuk menghentikan pembicaraan diatas dan mengalihkan kepada pembahasan topik pada diskusi berikutnya. Berdasarkan kesepakatan peserta, pada pertemuan berikutnya topik yang dibicarakan adalah ‘Revitalisasi peran meunasah dan imuem meunasah ‘
Program Penguatan Kapasitas dan Aliansi CSO di Aceh & SUMUT
Periode ke-1 (15 Juli – 06 Nopember 2007)
Capacity Building Working Group Beusaboh Pakat (WGBP) adalah kelompok kerja yang berfokus pada penyelenggaraan program penguatan kapasitas dan aliansi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Aceh dan Sumut. Oleh karena itu, WGBP telah menetapkan dan melaksanakan program penguatan kapasitas organisasional dan institusional bagi OMS sejak 10 Feb – 6 Nop 2007 . Penyelenggaraan program WGBP dibagi atas dua periode, yakni Periode ke-1 (15 Juli – 15 Nop 2007) dan Periode ke-2 (16 Nop 2007 – 15 Maret 2008). Sedangkan kegiatan WGBP sebelum periode ke-1, berisi kegiatan - kegiatan persiapan dan konsolidasi yang berlangsung sejak 10 Feb 2007 s.d 15 Juli 2007. Pada periode ke-1, WGBP sudah melaksanakan beberapa kegiatan penguatan kapasitas OMS dan pengembangan jaringan WGBP, diantaranya: kegiatan pelatihan, lokakarya, diskusi, konsolidasi lembaga partisipan WGBP, koordinasi dan kerjasama program antar OMS, koordinasi dengan stakeholders, serta konsolidasi dan pengembangan manajemen operasional WGBP dibidang: networking, pelatihan dan penyediaan data dan informasi.
Laporan ini berisi narasi kemajuan penyelenggaraan program WGBP pada periode ke-1, sejak 15 Juli 2007 Sampai dengan tanggal 6 Nopember 2007. Sedangkan beberapa kegiatan persiapan dan konsolidasi yang telah dilakukan sebelumnya, juga dituangkan sebagai bagian dari implementasi program-program WGBP periode Februari 2007 s.d Maret 2008. Untuk itu, laporan ini memuat informasi tentang berbagai bentuk kegiatan yang telah dilaksanakan, diantaranya: dua kali pertemuan stakeholder pelaksana program penguatan kapasitas di Aceh dan Sumut; penyelenggaraan pelatihan - pelatihan bidang: manajemen keuangan, livelihood dan advokasi; Focus Group Discussion; bedah artikel/buku; assessment awal bagi lembaga partisipan; vocational training, joint agenda sampai dengan penyelenggaraan CSO Meeting I di danau Toba SUMUT 29 Oktober – 2 Nopember 2007 (detail pelaksanaan kegiatan tercantum pada bagian sub judul: Kegiatan dan Lampiran berupa dokumen hasil kegiatan).
Sementara itu, beberapa kegiatan pendukung implementasi program WGBP umumnya sudah dilaksanakan, seperti: manajemen keuangan program, pengadaan fasilitas dan peralatan operasional serta penyelenggaran kegiatan administratif program. Disamping itu, proses rekrutmen staff WGBP yang baru sebagai pengganti staff lama, sudah dilaksanakan pada tanggal 5 Nopember 2007. Dua staff diantaranya (Networking dan Pelatihan) sudah mulai bekerja tanggal 9 dan 12 Nopember 2007. Sedangkan staf Database dan Informasi akan menyusul dan direncanakan proses rekrutmen akan dilaksanakan pada tanggal 20 Nopember 2007.
2. Konteks
Working Group Beusaboh Pakat adalah salah satu kelompok kerja yang menyelenggarakan program penguatan kapasitas Organisasi Masyarakat Sipil dengan pendekatan penguatan kapasitas organisasional dan institusional OMS di Aceh dan Sumut. Saat ini, terdapat dua persoalan besar yang masih terjadi di Aceh dan sebagian Sumut, yaitu penanganan korban bencana tsunami dan korban konflik di Aceh. Dua agenda besar yang sementara ini masih berlangsung, yaitu: program rehabilitasi-rekonstruksi serta reintegrasi-rekonsiliasi korban konflik pasca MOU RI-GAM Agustus 2005. Namun demikian, pada pelaksanaannya, hal tersebut mengalami banyak hambatan dan tantangan, sehingga belum dapat mengurangi secara optimal dampak negatifnya terhadap korban tsunami dan korban konflik.
OMS sebagai salah satu pilar didalam proses rehabilitasi, rekonstruksi dan reintergrasi untuk mengurangi penderitaaan masyarakat korban, memainkan peranan penting dalam mempercepat proses, memberikan kontribusi dan melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik di Aceh dan Sumut. Berkaitan dengan dinamika tersebut, maka kemampuan dan kapasitas OMS yang memadai merupakan persyaratan mutlak untuk memberikan layanan dan kontribusi bagi keberlangsungan proses rehab-rekon, reintergrasi maupun percepatan pembangunan masyarakat sipil di Aceh dan Sumut. Dalam konteks ini, keberadaan WGBP menjadi relevan, mengingat berbagai hasil studi yang dilakukan oleh beberapa pihak, termasuk dari pembelajaran penyelenggaraan program oleh mitra Oxfam, menunjukkan fakta bahwa mayoritas OMS di Aceh dan Sumut, belum memiliki kapasitas organisasional dan institusional yang memadai dalam memberikan layanan sesuai visi dan misinya bagi penguatan, perubahan dan pengembangan masyarakat sipil di Aceh dan Sumut.
Ada tiga persoalan eksternal penting atau isu strategis dalam melihat Aceh ke depan, yaitu muatan dan implementasi dari UU Pemerintahan Aceh, implementasi program rekonstruksi pascabencana dan reintegrasi pascakonflik, serta agenda exit strategy pascamisi kemanusiaan tahun 2009. Namun demikian, dalam konteks penyelenggaraan program WGBP, pelaksanaan kegiatan penguatan kapasitas dan aliansi isu – isu strategis OMS pada periode pertama, ditemukan beberapa kondisi eksternal yang mempengaruhi outcome pencapaian kegiatan tersebut, diantaranya:
§ Tidak adanya aktor utama pelaku program penguatan kapasitas (BRR, INGO, Local NGO maupun pemerintah), yang secara konsisten dapat menginisiasi kegiatan koordinasi dan memfasilitasi sinergi antarpelaku pelaksana program penguatan kapasitas, baik penguatan kapasitas di tingkat OMS, masyarakat maupun lembaga pemerintah. Sehingga kegiatan penguatan kapasitas di Aceh masih belum fokus, optimal dan terkesan tumpang tindih. (Sampai saat ini, WGBP sudah menginisiasi dua kali pertemuan stakeholders pelaksana program penguatan kapasitas pada bulan April dan Mei 2007, namun kegiatan tersebut masih sulit dilanjutkan terkait dengan beragamnya isu, kepentingan dan strategi masing-masing pelaku program penguatan kapasitas.)
§ Pada periode April – Oktober 2007, terjadi peningkatan aktivitas kegiatan internal di masing – masing OMS lembaga partisipan WGBP, khususnya OMS penanggungjawab pelaksana kegiatan WGBP. Hal tersebut menyulitkan pengurus WGBP untuk menetapkan waktu dan jadwal kegiatan yang dapat disepakati bersama. Disamping itu, libur panjang pada Oktober 2007 turut mempengaruhi, memperlambat dan menjadi alasan penundaan implementasi kegiatan WGBP, misalnya: beberapa pelatihan, lokakarya advokasi, joint agenda dan FGD;
§ Assessment awal yang dilaksanakan oleh konsultan mundur dari jadwal yang ditetapkan, karena proses bidding yang telah direncanakan tidak memenuhi jumlah minimal persyaratan peserta yang mengajukan penawaran. Dengan alasan resources dari konsultan yang diharapkan sebagai pelaksana kegiatan, terbatas. (Assessment awal sampai dengan 06 Nop 2007 ).
§ Dalam pelaksanaan assessment awal, berdasarkan laporan dari konsultan, metodologi assessment melalui questionnaire kurang mendapat respon dari lembaga partisipan;
§ OMS lembaga partisipan yang terpilih menjadi responden kurang memahami tujuan dan pentingnya assessments tersebut bagi lembaganya masing-masing. Hal ini terkait dengan pemahaman lembaga partisipan akan pentingnya pemetaan OMS, sebagai acuan dalam melaksanakan konsolidasi dan improvement bagi WGBP dalam perencanaan dan pelaksanaan program penguatan kapasitas bagi lembaga partisipan;
§ Resistensi dari sebagian anggota jaringan OMS di Aceh untuk tidak terlibat sebagai lembaga partisipan WGBP. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya sosialisasi dan komunikasi yang baik terhadap arah dan strategi penguatan kapasitas OMS yang dilakukan oleh WGBP. Disamping itu, karena adanya kebijakan dan strategi pemberdayaan anggota oleh jaringan OMS yang sudah lebih dulu ada, dipandang tumpang tindih dengan strategi pelaksanaan program WGBP;
§ Meskipun proses rekrutmen telah dilakukan secara terbuka di media massa (koran daerah: Serambi Indonesia), calon staff yang mengajukan lamaran (total 158 Orang), yang dapat memenuhi kualifikasi sesuai dengan job description yang ditetapkan, tidak lebih dari 10 % (12 Orang).
§ Tempat pelaksanaan beberapa kegiatan: FGD, Forum CO atau pertemuan – pertemuan informal umumnya berlangsung di Banda Aceh, sehingga peserta dari lembaga partisipan yang berasal dari OMS yang berlokasi di kabupaten - kabupaten di luar Banda Aceh, tidak dapat mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut.
3. Realisasi Kegiatan, Output dan Milestone
3.1 Rencana Aksi , Milestone dan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan penguatan kapasitas OMS yang dilaksanakan WGBP, meliputi kegiatan peningkatan kemampuan lembaga partisipan dalam: kualitas manajemen pelaksanaan program, penguatan dan aliansi isu-isu strategis bersama: kesetaraan gender, implementasi syariat Islam, pemberantasan korupsi dan pemanfaatan sumberdaya alam yang berkeadilan. Penyelenggaraan kegiatan Working Group Beusaboh Pakat seluruhnya dilaksanakan melalui mekanisme yang tertuang dalam garis akuntabilitas, kebijakan komite kreatif dan pengambilan keputusan dari hasil pertemuan – pertemuan formal pengurus WGBP.
Output yang diharapkan dalam program sampai dengan periode ke-2 (30 Maret 2008) sebagaimana tercantum di bawah ini:
o 30 OMS mengikuti pelatihan, lokakarya dan methode penguatan kapasitas lainnya untuk peningkatan kapasitas aspek teknis.
o 30 OMS mengikuti pelatihan, lokakarya dan methode penguatan kapasitas lainnya untuk peningkatan kapasitas aspek manajemen organisasi
o 30 OMS mengikuti pelatihan, lokakarya dan methode penguatan kapasitas lainnya untuk peningkatan kapasitas aspek networking.
o Para Community Organizer dari lembaga partisipan program Working Group Beusaboh Pakat aktif mengikuti forum pembelajaran pengorganisasian masyarakat dalam Forum Community Organizer.
o Teridentifikasinya 3 issue utama dalam penguatan masyarakat sipil sebagai dasar penyusunan agenda bersama.
o Terbentuknya mekanisme komunikasi, pembelajaran dan koordinasi diantara penyelenggara kegiatan penguatan kapasitas OMS di Aceh dan Sumatra Utara
o Tersedianya informasi dan data hasil pemetaan kompetensi CSO di Aceh
o Adanya data kemajuan hasil kegiatan penguatan kapasitas yang diukur melalui assessment awal dan akhir kegiatan.
Output berdasarkan kegiatan sampai dengan periode ke-1 (15 Juli – 6 Nopember 2007)
o Berdasarkan uraian kegiatan yang tercantum dalam Tabel 2: bentuk kegiatan, waktu pelaksanaan dan peserta, wakil – wakil OMS telah mengikuti program penguatan kapasitas dalam bentuk pelatihan dan lokakarya (lokalatih), yang mencakup aspek teknis, manajemen dan networking. yakni: bidang keuangan, pemasaran, lifeskill pendampingan orang dengan kecacatan dan keterampilan teknis bidang advokasi, misalnya pelatihan jurnalistik dan penulisan laporan investigasi populer;
o Community Organizer dari OMS telah mengikuti berbagai kegiatan pelatihan, pertemuan dan diskusi topik terfokus, dan forum CO yang sementara ini melakukan penyusunan modul microfinance dan mengikuti diskusi penguasaan teknis CO di bidang: gender dan pendidikan orang dewasa;
o Dalam empat kali penyelenggaraan FGD, teridentifikasi berbagai macam isu faktual yang berkaitan dengan kapasitas manajemen organisasi OMS, persoalan pemberantasan korupsi, isu kesetaraan gender dan implementasi syariat Islam. Sedangkan pada pertemuan CSO Meeting I, pada tanggal 29 Oktober – 2 Nopember 2007, telah disepakati beberapa isu utama, agenda bersama dan materi penyusunan kode etik OMS. (lihat sisipan hasil kesepakatan)
3.4 Pencapaian Outcome
Outcome -1 :
§ Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan OMS partisipan Working Group Beusaboh Pakat dalam aspek manajemen organisasi, teknis dan networking
Pencapaian :
Penyelenggaraan kegiatan sampai dengan 6 Nopember 2007, peserta dari OMS lembaga partisipan WGBP memperoleh pengetahuan dan keterampilan. (lihat tabel pelaksnaan kegiatan dan peserta kegiatan)
Outcome-2
§ Terbentuknya agenda bersama gerakan OMS Aceh dan Sumatra Utara untuk menangani issue – issue kritis penguatan masyarakat sipil.
Pencapaian :
Pada pertemuan CSO Meeting I di Danau Toba, telah disepakati isu-isu strategis OMS Aceh – SUMUT, dan agenda bersama OMS sampai dengan tahun 2008. (Lihat lembar sisipan pada bagian akhir laporan ini)
Outcome-3
§ Meningkatnya komunikasi dan koordinasi diantara penyelenggara kegiatan penguatan kapasitas OMS dalam rangka penguatan masyarakat sipil.
Pencapaian :
Terselenggara beberapa pertemuan – pertemuan baik formal maupun informal antar OMS, Forum CO, Pertemuan stakeholders, tersedianya Mailing List dan Penerbitan Newsletter (beberapa terbitan masih tertunda.)
4. Proses
Working Group Beusaboh Pakat telah melaksanakan beberapa bentuk kegiatan sebagai hasil kesepakatan sebagaimana tercantum dalam usulan program – program penguatan kapasitas dan aliansi OMS. Permasalahan utama yang menjadi kendala dalam proses pelaksanaannya, meliputi:
§ Tertundanya pelaksanaan assessment awal yang akan menghasilkan pemetaan minat, isu strategis masing-masing OMS dan tuntutan pemenuhan kapasitas organisasional masing-masing OMS (Sampai saat ini assessment awal masih berlangsung dengan bantuan konsultan). Pemetaan kapasitas CSO di Aceh dan Sumatra nantinya dapat menjadi acuan pengembangan jaringan dan koordinasi atas informasi sesuai dengan kebutuhan pengembangan kapasitas OMS dan issu-issu strategis prioritas di masing-masing lembaga .
§ Permasalahan staff WGBP. Rekrutmen staf pengganti telah dilaksanakan pada 6 Nopember 2007, dan dua diantaranya telah mulai bekerja aktif sejak tanggal 9 dan 12 Nopember 2007
§ Tertundanya sebagian kegiatan WGBP. Re-scheduling beberapa kegiatan dan disesuaikan dengan kesepakatan dengan OMS lembaga partisipan yang menjadi penanggung jawab kegiatan.
Beberapa persoalan dan kondisi faktual yang berkaitan dengan OMS yang mempengaruhi proses penyelenggaraan program sampai dengan akhir periode ke-1:
§ Tidak punya data dan informasi yang lengkap tentang minat dan isu strategis di masing-masing lembaga partisipan
§ Rendahnya kesepahaman terhadap strategi bersama penguatan kapasitas antar OMS di Aceh dan SUMUT dan menggalang aliansi untuk menanggapi proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi serta proses Reintegrasi
§ Sumber daya manusia yang terbatas di lembaga partisipan, baik jumlah dan kualitas yang memadai untuk mengikuti kegiatan – kegiatan WGBP.
§ Sulitnya memperoleh informasi dari lembaga partisipan terhadap perkembangan dampak program WGBP pada beneficiaries tidak langsung. Belum ada metode yang disepakati dan dapat secara akurat menghitung jumlah penerima manfaat tidak langsung tersebut;
5. Pemberdayaan Perempuan
§ WGBP, sebagai kelompok kerja telah mengidentifikasi isu – isu penting yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan, baik dalam penyelenggaraan program di OMS lembaga partisipan maupun dalam pelaksanaan kegiatan WGBP. Meskipun kegiatan FGD yang membahas keterwakilan perempuan baru dilaksanakan satu kali, tetapi telah ada kesepahaman diantara lembaga partisipan terhadap pengarusutamaan isu kesetaraan gender.
§ Beberapa pertemuan formal dan informal komite kreatif telah menetapkan beberapa strategi dan kebijakan pengelolaan program WGBP berkaitan dengan pemberdayaan perempuan. Diantaranya adalah memprioritaskan perempuan sebagai peserta pelatihan dan kegiatan penguatan kapasitas, melaksanakan affirmative action dalam proses rekrutmen, pembahasan dan mengagendakan isu kesetaraan gender sebagai isu strategis dan penyusunan agenda bersama OMS lembaga partisipan pada pertemuan CSO Meeting I (lihat sisipan hasil pertemuan CSO Meeting I)
§ WGBP memulai melakukan segregasi data perempuan dan laki-laki, sebagai bahan yang akan dianalisis dalam laporan evaluasi yang secara khusus akan menilai dampak program WGBP terhadap isu kesetaraan gender.
§ Secara umum, pengambil keputusan dalam OMS masih didominasi oleh laki – laki, seperti terlihat dalam jumlah utusan OMS mengikuti program WGBP mayoritas masih didominasi laki – laki. Namun perkecualian terlihat pada pelatihan bidang keuangan, dimana staf perempuan yang bekerja di bidang keuangan di OMS lembaga partisipan lebih dominan.
6. Kebutuhan Dan Kondisi
Secara umum, sampai dengan periode ke-1, kebutuhan dan kondisi keuangan program, masih tetap sama dengan perencanaan awal. Item budget anggaran khususnya CSO Meeting meningkat dan melebihi anggaran yang diusulkan yakni sebesar Rp 80.000.000,-. Realisasi anggaran menjadi kurang lebih Rp 112.000.000,- karena meningkatnya jumlah peserta dari rencana 40 Orang (termasuk panitia, narasumber dan peserta) menjadi 53 orang termasuk panitia , narasumber dan peserta). Defisit biaya tersebut tetap dapat di kompensasi dari cost effective dalam penyelenggaraan kegiatan lain: pelatihan, pertemuan – pertemuan, vocational training, advokasi dan pertemuan stakeholder, dengan tanpa mengurangi frekuensi kegiatan. Untuk itu Request Transfer untuk tahap ke-2 tetap sama dengan perencanaan, sebesar :
Sisa Kebutuhan Dana berdasar Anggaran Tahap ke -2 RP676,242,633
7. Pengalaman Berharga
§ Perlunya komunikasi dan sosialisasi program – program WGBP pada OMS yang potensial menjadi lembaga partisipan, untuk menghindari terjadinya resistensi terhadap penyelenggaraan program – program WGBP
§ Memperhitungkan fleksibilitas bentuk dan jenis kegiatan WGBP, untuk menjamin independensi OMS dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan, sehingga mencegah praduga “donor driven” dan mempertahankan isu – isu yang diusung OMS tetap kontekstual dengan dinamika kehidupan sosial, ekonomi dan politik di Aceh;
§ Proses rekrutmen staf menekankan perlunya referensi dari setiap calon staf dan memperhatikan lebih khusus terhadap peraturan – peraturan ketenaga kerjaaan;
§ Memperhitungkan secara cermat adanya kesibukan pelaksanaan program di tingkat OMS lembaga partisipan. Selain itu penyusunan jadwal kegiatan harus memperhitungkan penetapan libur panjang dan bulan Ramadhan. Karena hal tersebut menyebabkan terjadinya penundaan - penundaan dan re-scheduling kegiatan, disamping juga karena alasan kesiapan OMS sebagai penanggung jawab program;
§ Adanya implikasi dari eksternal WGBP terhadap kesepahaman strategi dan pandangan dari stakeholders terhadap isu – isu yang diusung WGBP: kesetaraan gender, kualitas pelayanan publik, akuntabilitas dan kesiapan OMS di Aceh dalam melaksanakan kode etik CSO;
§ Media komunikasi internet, khususnya mailing list dapat mengurangi kendala komunikasi dengan lembaga partisipan yang tersebar di lokasi di luar Banda Aceh;
§ Penyusunan dan desain program dengan tanpa menetapkan tema kegiatan yang spesifik (vocational, advokasi kebijakan publik, FGD, Forum CO dan bedah artikel) terbukti memberikan ruang dan fleksibilitas bagi OMS lembaga partisipan menetapkan kegiatan berdasarkan isu – isu yang kontekstual di Aceh dan Sumut;
§ Adanya umpan balik berupa pendapat atau saran dari sesama lembaga partisipan untuk saling memperbaiki kekurangan yang dimiliki setiap lembaga;
§ Adanya komunikasi dan sharing informasi dari setiap lembaga partisipan atau Community Organizer, bisa menumbuhkan solidaritas dari setiap lembaga partisipan terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat serta dapat menemukan pemecahan masalah di masing – masing lembaga.
§ Kegiatan magang sebagai salah satu model yang baik untuk sharing informasi dan bertukar pengalaman mengenai permasalahan, perkembangan, perubahan dan perbaikan pada strategi, tujuan dan arah perkembangan lembaga partisipan.
8. Pembelajaran dan Evaluasi
Pada laporan akhir, program WGBP telah merencanakan dan menetapkan kegiatan evaluasi secara menyeluruh pada akhir periode ke-2 Maret 2008; Pembelajaran dan evaluasi program akan secara lengkap dilampirkan dalam laporan evaluasi. Namun demikian sampai dengan periode ke-1 ini, beberpa pembelajaran yang dapat disebutkan tercantum di bawah ini:
§ Efektivitas dan efisiensi manajemen operasional pengelolaan program atau kegiatan WGBP dalam bidang keuangan, penyusunan jadwal, ketersediaan sumberdaya, dan model pelaporan kegiatan, sangat bergantung dengan manajemen program di lembaga partisipan yang bertanggungjawab sebagai pelaksana kegiatan. Oleh karena itu, mekanisme koordinasi dan komunikasi antara koordinator, komite kreatif dan staf WGBP serta lembaga partisipan akan dikembangkan menjadi pola baku pada periode ke-2
§ Perbedaan isu – isu strategis yang menjadi minat dan kompetensi lembaga partisipan dapat menjadi kendala utama penyelenggaraan kegiatan: khususnya pada saat penetapan topik, tema dan fokus agenda bersama.
§ Berdasarkan kesepakatan agenda bersama, isu yang digagas masih sangat umum dan membutuhkan waktu yang panjang dan pembahasan yang intensif bilamana akan dituangkan dalam rencana aksi yang kongkrit.
§ Model, dan kebutuhan penguatan kapasitas di masing – masing lembaga sangat variatif dan masih memerlukan pemetaan yang mendalam untuk memperoleh hasil yang lebih akurat, terutama untuk menilai tingkat kapasitas lembaga partisipan;
§ Mekanisme komunikasi dan sharing informasi antarlembaga partisipan tidak dapat hanya mengandalkan Milist dan E-mail, khususnya untuk lembaga partisipan yang berdomisili di luar Banda Aceh. Kunjungan dan diskusi rutin antara pengurus WGBP dengan lembaga partisipan di luar Banda Aceh akan dilaksanakan intensif pada periode ke-2
§ Penyelenggaraan aktivitas WGBP yang masih terfokus di Banda Aceh, sehingga ditetapkan model “cluster/region” lokasi berdasarkan domisili lembaga partisipan. Misalnya, Aceh Utara/Lhokseumawe, Pidie dan Sigli, Aceh Barat/Meulaboh. Penanggungjawab kegiatan di tiap cluster/region akan ditetapkan pada periode ke-2;
§ Beberapa isu strategis, misalnya: pelayanan publik, kesetaraan gender dan pluralisme, pada level eksternal dan internal OMS masih menjadi tantangan terberat OMS. Hal ini dipengaruhi oleh faktor budaya dan dinamika sosial politik di Aceh;
HASIL KESEPAKATAN CSO MEETING I
Hotel Patra Jasa, Parapat; 29 Okt-2 Nov 2007
CSO Meeting I yang dilaksanakan selama 3,5 hari kegiatan mengagendakan bersama beberapa pokok bahasan yang berkenaan dengan:
- Issue Strategis
- Konsolidasi
- Akuntabilitas dan Kode Etik, serta
- Joint Agenda
Melalui proses diskusi pleno dan kelompok maka dapat diperoleh beberapa poin hasil pembahasan dalam CSO Meeting I ini sebagai berikut:
I. ISSUE STRATEGIS, PRIORITAS ISSUE DAN LANGKAH STRATEGIS
A. Keadilan Ekonomi
Issue Strategis:
- Menjamin adanya kemudahan akses masyarakat terhadap modal.
- Menjamin ketersediaan modal pasca transisi BRR dan lembaga lembaga donor รจ mekanisme exit strategi dan transformasi modal.
- Mendorong pengelolaan sumberdaya alam yang dapat bermanfaat bagi keadilan ekonomi lokal, seperti:
- Perusahaan besar berbasis masyarakat
- Proyek yang dikembangkan oleh perusahaan luar harus berbasis tenaga kerja lokal.
- Pengembangan agropolitan, agroforestry, dll.
- Perlu digagas perumahan industri kecil (PIK)
- Pembangunan kawasan industri yang berbasis masyarakat
- Mengembangkan usaha mikro masyarakat
- Kebijakan dan sistem birokrasi negara yang memberi akses dan kemudahan bagi masyarakat lokal dalam mengembangkan usahanya.
- Menentang perusahaan-perusahaan yang mengusahakan kagiatan yang membahayakan lingkungan dalam jangka panjang
- Pengembangan koperasi bagi perkembangan keadilan ekonomi lokal
- Usaha mikro terbukti dapat bertahan dalam berbagai keadaan.
- Pengolahan hasil bumi dapat dilakukan di Aceh bukan diluar Aceh.
- Adannya keterbukaan Aceh dapat memberikan dampak positif bagi keadilan ekonomi Aceh
Prioritas Issue
- Kemandirian ekonomi masyarakat berbasis Usaha Kecil Menengah (UKM)
Strategi dan Langkah Strategis
- Memastikan exit strategi BRR/INGO dapat berjalan dgn baik dan peran-perannya dalam proses pemberdayaan ekonomi dpt segera diambil alih oleh Pemda atau CSO lokal
- Membuat grand design scenario peralihanyang melibatkan CSO dan Pemda
- Melakukan komunikasi dan koordinasi yang baik diantara semua pihak dalam program pemulihan ekonomi
- Memonitoring dan mengadvokasi agar perusahaan-perusahaan besar yang sedang/akan mengeksploitasi SDA sedapat mungkin untuk tidak beroperasi di Aceh sebelum SDM Aceh siap mengelolanya sendiri.
- Program pemberdayaan masyarakat melalui UMKM
- Pembuatan Qanun tentang keuangan mikro yang partisipatif dan berpihak pada masyarakat
- Sosialisasi tantang lembaga keuangan mikro pada seluruh lapisan masyarakat
- Penguatan kapasitas lembaga untuk lembaga keuangan mikro
- Pengembangan agropolitan, agroforestry, kawasan industri berbasis masyarakat dll
- Pembangunan pabrik-pabrik pengolahan bahan mentah menjadi bahan jadi atau setengah jadi
- Mendesak Pemda & perBankan agar dpt mengeluarkan kebijakan kredit lunak utk UKM
- Peningkatan kapasitas lembaga CSO pelaksana program pemberdayaan ekonomi
B. Kekerasan terhadap Perempuan dan Kesetaraan Gender
Issue Strategis:
Prioritas Issue
- Peningkatan dan penguatan kapasitas perempuan di CSO dan masyarakat
Analisis Issue Strategis
Internal
Positif/Kekuatan
- Mengangkat isu yang sama (isu perempuan)
- SDM ada
- Sudah ada Net Working
- Adanya CSO yang sudah memahami mekanisme dan sistem legislasi
- Adanya upaya dari CSO meminimalisir diskriminasi di segala sektor
Negatif/Kelemahan
- Kurang sinergisitas dengan CSO lainnya yang berbeda isu dan isu yang sama
- Belum adanya TOOLS bersama untuk diadvokasi
- Minimnya regenerasi dan transformasi SDM
- Minimnya sensitifitas dan responsif gender yang terinternalisasi dalam program kerjanya
- Rendahnya konsolidasi diantara net working
- Kurangnya dukungan aparat penegak hukum thd pelaksanaan legislasi
- Masih minimnya aktifis yang menulis untuk kepentingan perempuan
- Posisi strategis di jabatan publik masih didominasi oleh laki-laki dalam CSO
Eksternal
Positif/Peluang
- Adanya dukungan funding
- Adanya pembuat kebijakan yang mendukung
- Ada lembaga lain (Nas, Int dan Pemerintah) yang mendukung penguatan kapasitas
- Adanya pembuat kebijakan yang mendukungan
- Tersedianya ruang partisipasi dan konsultasi publik dalam setiap pembuat kebijakan
- Adanya ruang dimedia untuk proses advokasi
- Alquran dan Hadist
- Adanya peraturan perundang-undangan dan hukum yang melindungi non deskriminasi (UUD 45, PKDRT, Perlindungan Anak, UUPSK, UUPA, UU No. 12, UU Traficking, UU CEDAW
Negatif/Ancaman
- Tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap dukungan funding
- Kurangnya pendekatan yang dilakukan oleh CSO kepada pembuat kebijakan.
- Kurangnya dukungan dari sebagian masyarakat.
- Tidak serius dalam implementasi dan kontrol terhadap kebijakan
- Monopoli media terhadap sosialisasi legislasi yang akan dijalankan
- Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pemahaman diskriminasi
- Timbulnya pemahaman masyarakat bahwa akses dan kontrol dikuasai oleh laki2
- Tidak ada koordinasi antara pembuat kebijakan, pelaksana dan objek kebijakan
- Kurangnya sumber daya ahli tafsir yang perspektif gender
Tindakan Strategis
Strategi
- Konsolidasi untuk mendukung Badan Perempuan (Pemda NAD).
- Transformasi SDM
- Sosialisasi dan pendekatan terhadap Aparat penegak hukum, Pemerintah dan tokoh masyarakat dan tokoh agama
- Melakukan penguatan SDM kepemimpinan yang berperspektif gender
Tindakan strategis
- RENSTRA.
- Menyusun joint agenda CSO dan Badan Pemerintah.
- Penyusunan Tools
- Sharing informasi
- Diskusi
- Kaderisasi
- FGD
- Kampanye
- Training
- Workshop
- Identifikasi SDM
- Capacity Building
A. Good Governance
Issue Strategis
- Pelayanan Publik Sesuai Dengan Prinsip Good Governance
- Perekonomian, - Kesehatan, - Pendidikan - Pembangunan Aceh dari Akar Rumput
Prioritas Issue
- Pelayanan Publik Sesuai Dengan Prinsip Good Governance
A. Conflict Sensitivity
Issue Strategis
- Penyelesaian kasus pelanggaran ham masa lalu yang berperspektif korban (sblm MoU)
- Partai Lokal
- Akses terhadap informasi dan berita media massa yang tidak sensitif konflik
- Transformasi gerakan politik GAM
- Reintegrasi
- BRA – konsep, korban konflik, ex combatan
- Maksimalisasi pembentukan dan peran CSO dalam komisi klaim (3.2.6 MoU HELSINKI)
- Amnesti TAPOL/NAPOL - Penanganan masyarakat korban
- penanganan khusus untuk korban kekerasan seksual
- pendidikan dan psikososial anak-anak korban konflik - Politisasi Syariat Islam
Prioritas Issue Strategis
- Reintegrasi, Partai Lokal, Penanganan korban dan sosial konflik
A. Kedaulatan Rakyat atas Sumber Daya Alam.
Isu Strategis 2007-2012
- Kebijakan yang menjamin kedaulatan rakyat atas Sumber Daya Alam (SDA)
- Penyadaran dan penguatan masyarakat untuk mendukung pengelolaan SDA yang berkelanjutan
Prioritas Isu 2007-2012
- Kebijakan yang menjamin kedaulatan rakyat atas Sumber Daya Alam (SDA)
I. KONSOLIDASI & SINERGISASI
Kenapa Konsolidasi diperlukan? Apa manfaatnya?
- Perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik adalah cita-cita bersama CSO yang harus dilakukan secara bersama.
- Pengalaman kebersamaan dalam membangun jejaring yang massif belum bisa berhasil, kecuali ada tujuan dan issue bersama, ketiadaan ego dan kepentingan politik atau program dari kelompok tertentu, serta adanya konsistensi menjalankan komitmen untuk memperbaiki kondisi masyarakat.
- CSO sebagai media/sarana untuk melakukan perubahan kondisi masyarakat ke arah yang lebih baik perlu membangun koordinasi, harmonisasi, empaty dan terintegrasi.
Apa ruginya kalau kita berkonsolidasi?
- Tidak ada jawaban yang tegas atas kerugian jika konsolidasi dilakukan.
Konsolidasi yang diperlukan adalah berdasarkan:
- Peningkatan Kapasitas;
- Isu
- Program;
- Informasi;
- Kejadian khusus;
Strategi Konsolidasi:
1. Sharing Informasi;
2. Peningkatan kemampuan;
3. Distribusi kegiatan;
4. Supporting sesama; OD, SP, “pinjam fasilitas” dll
5. Assesment (mapping) kapasitas CSO
6. Share learning groups
Tool minimal sebuah NGO
· SP (renstra lembaga)
· SOP (minimal: Keuangan, Pengambilan Keputusan)
Bagaimana membangun konsolidasi bersama dalam hal mewujudkan joint agenda dan strategi konsolidasi?
- Membuat aturan main sesama LSM untuk mencapai tujuan-tujuan joint agenda yang disepakati.
- Harus adanya sistem koordinasi (untuk issue good governance sudah ada lembaga yang concern dalam bidang tersebut, hanya tinggal membuat mekanisme sinergitas antar lembaga tersebut)
II. AKUNTABILITAS
Hal-hal kritis dalam membangun akuntabilitas menuju konsolidasi dan sinergisasi CSO dalam melakukan gerakan sosial :
III. KODE ETIK
Kode Etik sebagai aturan formal bersama yang mengikat semua komponen CSO belum diperlukan dalam melakukan perubahan di masyarakat kearah yang lebih baik. Hal yang perlu dilakukan adalah menyusun semacam sistem etik bersama yang berisi nilai-nilai dan norma-norma yang perlu diperhatikan oleh semua komponen CSO dalam melakukan gerakan sosialnya. Diharapkan nilai-nilai ini dapat menjadi penyelaras dalam membangun akuntabilitas menuju sinergisasi dan konsolidasi gerakan CSO.
IV. PRINSIP & NILAI-NILAI SINERGISASI/KONSOLIDASI
Nilai-nilai yang perlu diperhatikan dalam membangun sinergitas/konsolidasi antar CSO, adalah:
- Dalam meminta dukungan terhadap program/kebutuhan lainnya, harus diawali dengan distribusi informasi (alasan mengapa program tersebut dilakukan), juga share informasi atas program yang sedang dilakukan.
- Menginformasikan dengan jujur proses-proses dan hasil atas program yang dilakukan (lesson learned)
- Konsistensi pada mandat lembaga (taat visi dan misi) dan issue strategis yang disepakati
- Kemitraan untuk berbagi tanggung jawab dalam hal peningkatan kapasitas, advokasi kebijakan dan pelaksanaan program.
- Saling mendukung sesama lembaga untuk memenuhi standart tata kelola LSM (tidak semata berdasarkan tujuan mewujudkan agenda bersama)
- Tidak membatasi akses informasi untuk sesama lembaga meskipun berbeda issue yang diusung yang sifatnya untuk publik.
- Berpegang teguh pada kesepakatan bersama secara sungguh-sungguh dan berkelanjutan
V. ISSUE STRATEGIS BERSAMA 2008
Issue Strategis Bersama 2008 yang menjadi arah gerakan CSO di Aceh adalah:
- Reintegrasi (sosial konflik, parlok, penanganan korban)
- Penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu melalui mekanisme yang sudah ada (Pengadilan HAM dan KKR)
- Kemandirian ekonomi masyarakat berbasis UKM;
- Peningkatan kapasitas Perempuan di CSO dan Masyarakat;
- Pelayanan publik berbasiskan prinsip good governance;
- Kebijakan yang menjamin kedaulatan rakyat atas SDA;
- Pengawalan pelaksanaan syariat islam (kebijakan dan penegakan)
VI. AGENDA BERSAMA
- Peningkatan kapasitas
- Advokasi kebijakan (disesuaikan dengan prolega)
- Pendampingan dan penguatan masyarakat
- Perumusan mekanisme aturan sinergitas antar lembaga
Catatan: harus ada indikator dan target yang jelas untuk evaluasi program/agenda bersama.
VII. LANGKAH PRAKTIS BERSAMA:
1. Koordinasi dan konsolidasi sesama CSO
2. Sinergisasi dan pelaksanaan agenda bersama
VIII. MENYOAL WORKING GROUP BEUSABOH PAKAT
Working Group Beusaboh Pakat adalah sebuah kelompok kerja yang menangani kegiatan issue-issue penguatan kapasitas Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) serta kegiatan penguatan kelembagaan masyarakat sipil di Aceh dan Sumatera Utara. Sebagai media informal WGBP bukanlah sebuah lembaga jaringan. Karenanya dalam WGBP tidak dikenal system keanggotaan, yang ada hanyalah “participant”. Kepesertaan lembaga partisipan dalam WGBP bersifat bebas dan inklusif. WGBP dibentuk melalui proses panjang dari tahun 2005 – 2007 melalui berbagai pertemuan para mitra OXFAM.
Untuk pengelolaannya, WGBP menunjuk seorang relawan sebagai Koordinator (Sdr.Cakra Achmad /Dir. Gemma 9) dibantu oleh 3 orang staff (networking, database dan pelatihan). Untuk pengawalan proses dan partner dalam pengelolaan WG tersebut, maka dibentuklah Komite Kreatif yang dipilih dari komponen partisipan WG. Tim Kreatif berjumlah 11 orang, sebagai berikut: 1) Siti Murni (MISPI), 2) Cut Mutia (YPM), 3) Kurdinal (Koalisi NGO HAM), 4) Fadli (SULOH), 5) Pujo Basuki (MATAHARI), 6) Roys P (YICM), 7) Soter (SABDA), 8) Abdul Manaf (MALEM DAGANG), 9) Saifuddin Irhas (BYTRA), 10) Anwarsyah ”Popon” (BAKNA), dan 11) Agus Halim Wardana. Sebagai Ketua Tim Kreatif dipilih Bpk. Abd. Manaf. Saat ini WGBP bersekretariat di Kantor GEMMA 9, Jl. Geuce Meunara VII No.10 Garot Banda Aceh. Pada salah satu sesi pembahasan mengenai join agenda ada saran dari peserta CSO Meeting untuk Komite Kreatif WGBP agar sesuai dengan issue strategis yang didukung bersama